Selasa, 25 Juni 2013

Hmmm,,

Untuk kesekian kalinya aku mencoba untuk kembali, kembali ke tempat ini dengan semangat menggebu, dengan asa yang melangit.

Tapi bagaimanapun jua, realita tidak pernah berubah. Perkataan, plan, list mimpi itu tak semudah ketika diucapkan, tak segampang ketika menggoreskannya, tak sesimpel apa yang terbesit dipikiran.

Yaa, aku tau life is struggle  tidak ada hasil maksimal yang diperoleh instan. Semua butuh kerja keras, butuh perjuangan.

Tapi ntah mengapa, hari ini aku hanya bisa diam terpekur, merenungi kembali perjalananku.
Mungkin  ini memang bukan jalanku. Mungkin Allah menciptakan tempat lain yang lebih baik buatku.  Bukan di sini.

Jujur aku iri, bahkan sangat iri, melihat mereka dengan sangat mudahnya dapat mengingat semuanya dengan baik.

Sedang aku? Ntah apakah itu hanya sugesti dari diriku senidri, tapi itulah fakta yang berulang. Menghafal  mungkin bukan keahlianku. Dalam hal lain mungkin aku bisa mengarang sesuka hatiku, menorehkan apa saja yang terlintas di pikiranku, menyambungkan semuanyaa menjadi satu kesatuan yang utuh, menjadi sebuah jawaban saat ujian misalnya.

Tapi Menghafal  Alquran yg mulia ini tidak butuh keahlian "ngarang" ku. Semua dihafalkan sebagaimana ia telah di turunkan.

Selalu kuyakinkan diriku tuk trus melangkah, firman Allah tidak pernah main-main. "Walaqod yassarnaal quraana lidzdzikri fahal min muddakir",, tapi kenapa hal itu terasa sanagt sulit buatku?

Apakah aku memang tidak ditakdirkan untuk menuntaskannya?
Mungkin aku tidak layak untuk semua ini? Ataukah karena dosaku yang melangit, yang mengahalangiku?

*Akuuu di ambang keputusasaan yang tak hentinya membayangi langkahku.

#Anyone can help me to solve this big problem?
Wish that....

Dar’ul Mafaasid Awlaa min albil masholih


Qawaid fiqhiyah atau kaidah-kaidah fiqh mungkin terdengar asing di telinga masyarakat umum. Namun tidak bagi ‘pencari’ ilmu syari’ah, karena dengan kaidah-kaidah fiqh inilah kita akan mengetahui benang merah dalam menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, terlebih lagi di zaman yang amat sangat berbeda dari zaman Rasulullah saw seperti sekarang ini, di waktu, tempat, dan keadaan yang berbeda, dengan permasalahan-permasalahan fiqh yang terus muncul dan berkembang.

Kaidah-kaidah fiqh itu lahir dan berkembang setelah masalah-masalah fiqh berkembang sehingga para ulama membuat suatu kaidah untuk mengikat berbagai masalah fiqh yang dapat memudahkan dalam menguraikan serta memecahkan masalah-masalah fiqh yang semakin rumit nan kompleks dari waktu ke waktu. Tentunya penentuan kaidah fiqh itu sendiri ada berdasakan dalil dari alqur’an dan hadits.

Salah satu contoh kaidah fiqh  adalah “Dar’ul mafaasid awlaa min jalbil masholih” sebagian ulama ada yang menyebutnya dengan “Dar’ul mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil masholih”, artinya sama “Menolak mudharat (yang jelek-jelek) itu lebih diutamakan dibanding mendatangkan kemaslahatan (yang baik-baik)”.
Maksudnya adalah ketika terdapat suatu perkara yang dapat mendatangkan maslahat tapi dalam waktu yang sama juga membahayakan (medatangkan mudharat), dalam hal inilah kaidah fiqh ini digunakan.

Namun kaidah ini digunakan dalam penentuan suatu perkara fiqh jika memenuhi  syarat, yaitu :
a)      Jika tidak ada jalan tengah yang dapat ditarik untuk menengahi ke 2 nya, menolak mudharat dan mendatangkan maslahat.
b)      Jika mudharat yang dihasilkan dalam perkara tersebut lebih banyak dari maslahatnya.

Ada beberapa dalil yang mengikat kaidah “Dar’ul mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil masholih”, di antaranya:
1)      QS. Albaqarah : 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi, katakanlah :”pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat dari manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada khamr dan judi itu terdapat manfaat, namun mudharat yang yang ditimbulkannya lebih banyak dari manfaat yang dihasilkannya, sehingga mencegah kemudaratan yang lebih banyak dari khamr itu diutamakan dari pada mengambil manfaatnya.
2)      Hadits dari Abi Sa’id Alkhudri ra, Rasulullah saw bersabda :
إياكم والجلوس بالطرقات، فقالوا : ما لنا بد، إنما هي مجالسنا نتحدث فيها. قال :

Hadits tersebut menyebutkan akan adanya larangan duduk dipinggir jalan karena dapat menimbulkan banyak dampak negatif baik itu bagi pengguna jalan maupun orang itu sendiri.
3)      Hadits nabi saw :
وبالغ في الإستنشاق إلا أن تكون صائما
Pada dasarnya mubaalaghoh dalam menghirup air ke hidung dalam wudhu itu adalah sunnah, tapi bagi seorang yang sedang berpuasa hal tersebut dapat merusak puasa, sehingga rasulullah melarangnya.

Adapun  contoh  pengaplikasian kaidah “Dar’ul mafaasid aula min jalbil masholih” di zaman sekarang ini adalah banyaknya kita temui wanita yang bekerja di tempat-tempat umum.
Jika ditinjau dari segi insaniyah (kemanusiaan) secara umum, manusia diciptakan memiliki potensi hidup yang sama, maksudnya adalah setiap manusia diciptakan dengan ciri kemanusiaan yang sama, memiliki jasmani, naluri, juga akal , baik itu laki-laki ataupun perempuan. Yang membedakan antara keduanya adalah bakat dan keahlian yang berbeda.Sehingga dalam beberapa  bidang seseorang bisa lebih unggul dari yang lainnya. Pundemikian dalam ruang lingkup pekerjaan, seorang karyawan mungkin akan terlihat lebih menonjol dari karyawan lainnya dengan kemampuan juga keahlian yang dimiliki, entah itu ia laki-laki ataupun perempuan.

Berbicara soal ‘bekerja dan pekerjaan’ di zaman modern ini, dengan kebutuhan dan tuntutan hidup yang kian melonjak, bekerja seolah telah menjadi hal yang wajib bagi manusia demi keberlangsungan hidup mereka, baik  perempuan terlebih lagi laki-laki. Namun pada dasarnya fitrah juga kemampuan antara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Ada beberapa pekerjaan yang sesuai dengan fitrah perempuan yang tidak bisa dikerajakan oleh laki-laki, begitu juga sebaliknya.

Hal inilah yang telah diatur oleh agama kita yang sempurna ini, seorang laki-laki mengambil perannya sendiri, dan perempuan bergelut dengan bidangnya sendiri. Tapi ada hal lain yang perlu diperhatikan ketika seorang perempuan bekerja di luar rumah, yaitu lingkungan tempat ia bekerja yang tidak bercampur baur dengan laki-laki. 

Perkara lain yang berkaitan dengan keluarnya seorang wanita dari rumahnya untuk bekerja adalah jika ia adalah wanita yang telah menikah. Ia sudah tentu memiliki kewajiban penting dalam keluarganya, mengurus keluarga serta mendidik anak-anaknya.

Dalam perkara kompleks seperti inilah kaidah fiqh “Dar’ul mafaasid aulaa min jalbil masholih” diaplikasikan. Sebelum menentukan hukum yang berlaku dari perkara tersebut hendaknya menimbang kebaikan juga keburukan yang akan menjadi hasil ataupun dampak dari hal itu sendiri.
Contoh lain pengaplikasian kaidah tersebut adalah aksi bom bunuh diri yang kian marak akhir-akhir ini, yang terkadang menjatuhkan banyak korban yang tidak semestinya dikorbankan, seperti wanita serta anak-anak. Perlu diperhatikan maslahat serta mudarat yang akan ditimbulkan setelahnya.

Contoh lainnya yang lebih simple adalah seorang pelajar yang menghabisakan waktunya siang dan malam untuk membaca, mengkaji dan menghafalkan pelajarannya namun tidak memerhatikan kondisi kesehatannya.

Kesimpulan
Permasalahan fiqh terus berkembang seiring berjalannya waktu, sehingga untuk menentukan hukum dari permasalahan tersebut sangat perlu untuk mengetahui latar belakang masalah serta menimbang berbagai dampak yang ditimbulkan dari permasalahan itu sendiri. Dalam hal inilah kita mengaplikasikan kaidah fiqh “Dar’ul mafaasid ‘aulaa min jalbil masholih”, agar tidak menganggap enteng atau malah terlalu memberatkan suatu masalah. Karena serumit apapun permasalahn fiqh yang terus berkembang, syariah ini telah mengatur jalan keluarnya terbaiknya, karena syariah (aturan hidup) yang telah ditetapkan Allah ini akan  klop  bagi manusia, di setiap zaman, di berbagai belahan bumi, dan tidak akan expired sampai kapanpun.

Wallahu a’lam bishshawab.

Sabtu, 20 April 2013

Islam, Berbeda tapi Satu


Allah menciptakan siang dan malam, menciptakan matahari dan bulan, menciptakan air dan api, menciptakan manusia, menciptakan beraneka macam tumbuhan, dan berbagai jenis hewan, serta menyatukan semua ciptaan-Nya itu di tempat bernama bumi. Di bumi, mereka hidup berdampingan, saling berinteraksi, saling mengambil manfaat, menjalankan perannya masing-masing. Namun, keberagaman ini tidak serta merta akan selaras jika tidak ada kesesuaian di antara sekian jenis makhluk tersebut. Karena setiap makhluk punya kewajiban yang harus ia laksanakan untuk dirinya sendiri, serta hak yang harus ia tunaikan untuk makhluk lain yang ada di sekitarnya. Dengan bertanggung jawab atas peran masing-masing maka akan lahirlah bumi yang damai.

Pundemikian dengan manusia, Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku, bangsa, dan bahasa. Menciptakan manusia dengan sifat dan karakter yang beranekaragam, menciptakan manusia dengan kelebihan dan keahliannya masing-masing. Itu semua agar manusia hidup di muka bumi ini saling mengenal, saling melengkapi satu sama lain, sehingga dari keberagaman tersebut lahirlah sebuah peradaban.
Keberagaman, kata itulah yang selalu kita dapati dalam keseharian, mulai dari keberagaman makhluk, keberagaman bidang ilmu, keberagaman karakter, serta keberagaman persepsi. Hingga jika kita membuka buku-buku fiqih akan kita dapati keberagaman pendapat di antara para ulama dalam menentukan hukum dari sebuah masalah furu’.

Sebenarnya, kebergaman pendapat dalam masalah furu’ telah ada sejak zaman Rasulullah saw, seperti dalam doa iftitah, ruku’, sujud, dan lainnya. Yang kemudian keberagaman itu kian bertambah ketika Rasulullah saw telah tiada. Dari keberagaman pendapat itulah lahir beberapa madzhab, dan di antara madzhab yang terkenal dan sampai kepada kita sekarang adalah Madzhab Hanafi, Maliki,Syafi’i, dan Hambali.
Setiap Imam dari ke-4 madzhab ini adalah ulama yang mengahabiskan hidupnya dengan mendalami ilmu fiqh, menelusuri hadits serta atsar Rasulullah saw, mengkaji serta menetapkan hukum dari suatu masalah. Walaupun ada beberapa dari mereka yang berada dalam satu masa yang sama, mereka tidak saling mempertentangkan, tapi saling memaklumi dan saling menerima, bahkan saling menghormati.
Hal tersebut dapat kita lihat dari  perkataan Imam Syafi’I tentang Imam Malik : “Malik adalah guruku, darinya aku mendapat ilmu, dan ia adalah hujjah antara aku dan Allah swt kelak, dan tak ada seorangpun yang lebih kupercaya daripada beliau, dan jika berbicara tentang para ulama, maka Malik adalah seperti bintang yang cahayanya paling terang.”
Juga dari perkataan Imam Ahmad tentang Imam Syafi’i : “Beliau adalah manusia yang paling menguasai kitabullah dan sunnah, tidaklah seorang yang mencoba memulai menulis tentang fiqh kecuali Imam Syafi’i telah mendahuluinya.”

Namun sayangnya, dewasa ini kita lebih sering mendapati adanya perbedaan pendapat yang mengarah pada cekcok, saling menjatuhkan, bahkan saling menghina. Padahal ulama-ulama kita terdahulu sangat jauh dari hal tersebut.
(Hmm,, mereka yang mendalami saja tidak memepermasalahkan perbedaan yang ada, lalu kenapa masih ada saja yang ‘rempong’ memepermasalahkan perbedaan dan saling menghujat dengan ilmu yang masih secuil).

Keberagaman pendapat adalah suatu hal yang lumrah, karena setiap kepala memiliki otak serta cara berpikir yang berbeda, memiliki ilmu, wawasan, serta pengalaman hidup yang berbeda. Tidak ada yang merendahkan dan merasa lebih benar dari yang lain, karena setiap pendapat yang dilontarkan itu mempunyai alasan serta dalilnya tersendiri (selama dalil yang menjadi pegangan adalah dalil yang shahih). Yang terpenting adalah bagaimana agar kita terus belajar, belajar, dan belajar. Serta menghargai beragam pendapat yang ada.

Karena di balik keberagaman itu kita adalah satu, satu dalam Iman, satu dalam Islam.


Sabtu, 07 April 2012

,,Behind d’ scene,,


Bismillahirrahmaanirrahiem..
                                             
“Bukan dari tulang ubun ia dicipta, sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja, bukan pula dari tulang kaki, sebab nista membuatnya diinjak dan diperdaya, tapi dari rusuk kiri, dekat di tangan tuk dilindungi, dekat di hati tuk di cintai”
Begitulah  kurang lebih gambaran  Salim A, Fillah tentang hakikat penciptaan manusia dalam sebuah bukunya.
 Wanita..
Makhluk yang mengisi sebagian besar dunia yang kita tinggali ini,  makhluk yang sering kali dipandang sebelah mata dengan sekian banyak kekurangan dan kelemahannya,,
Namun, pernahkah kita meluangkan sedikit waktu tuk menoleh ke belakang? Melihat hal-hal besar yang telah diukir oleh para “wonder women” itu?
Di awali dengan datangnya dienul Islam dan diutusnya qudwah kita, Rasuluullah Shallalahu ‘alayhi Wasallam, setiap kita pastilah telah mengetahui bahwa manusia yang pertama kali mengikrarkan keimanannya adalah seorang wanita, salah seorang Ummahaaatul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu ‘Anha. Tak hanya sampai di situ, setelah mengikrakan keimanannya, beliaulah yang senantiasa membantu, mendorong, dan mendukung Rasulullah Shallalahu ‘alayhi Wasallam dalam menyanpaikan misi sucinya, baik itu dari segi moril maupun materi.
Pantaslah jika tahun wafat beliau disebut ‘amul huzn, Rasulullah sedih dengan kepergian beliau, agama ini sedih kehilangan wanita qudwah, mar’ah sholihah, pembela Islam seperti beliau. Namun ia senang dengan kembalinya wanita suci ini di sisi Allah ‘azza wa jalla, dengan segudang sejarah yang telah dipahatnya dalam membela agamaNYA.
Di panggung sandiwara ini, wanita hanyalah behind d’ screen actor yang tidak disorot, namun pengaruhnya sangat besar dalam kesuksesan sebuah film, pun demkian wanita yang berada  di balik kesuksesan setiap insan.
LIHATLAH!!!
Di balik 4 Mujahid sangat belia yang rela mengorbankan segala yang mereka punya itu, ada Khansa Radhiallahu ‘anha yang telah membekali mereka, hingga menjadi pembela agama yang jasanya selalu dikenang.

Dibalik orang-orang hebat itu ada wanita!
Dibalik 0rang-orang sukses itu ada wanita!
Dibalik semua ke ‘wah’ an itu ada wanita!

Karna wanita adalah madrasah pertama bagi setiap insan, tak terkecuali seorangpun! Di tangannyalah lahir para pejuang agama ini, di pangkuannyalah tumbuh ulama dan cendikiawan itu, dan di bawah didikannyalah tercipta para pengubah dunia.

Yaaa.. semuanya ada di tanganmu wahai para wanita!
Semuanya barada di bawah kendalimu!

Wa qaalal qaail..
 “Didiklah anakmu 20 tahun sebelum ia lahir”
 Lalu berapa umur kita sekarang???

 So.,
tunggu apa lagi!!
Revolusi diri!!
Perbaiki diri!!
Be your best!!
Karena langkahmu hari ini adalah cerminan generasimu esok hari!!

Life is just a choice!!
Dapatkah menjadi “khayru mata’id dunya” yang merupakan cita2 semua wanita itu??
Semua ada di tanganmu!
Pilihlah!!
Karna hanya ada 2 jalan, imma khayr, aw imma syar.
Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menentukan pilihan2 itu..


Wallahu a’lam bishshawab..



Menjadi Diri

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak di puncak bukit

Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik
Yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
 
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya…
 
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan
Tinggi rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu…
Sebaik-baik dari dirimu sendiri
-Taufik Ismail-